• rendevouz
    blog,  Indonesia,  Padang,  Singapore,  Travel

    Polemik Rendang Babi

     

    Kehebohan di tanah air dalam 48 jam terakhir adalah Rendang Babi. Berawal dari seorang pengusaha kuliner yang sepertinya kurang pemahaman dengan suku tertentu dan ingin berinovasi dengan bisnis kulinernya. Diciptakan menu seperti bawah ini:

    babi ambo

    padang babi

    Reaksi netizen berbagai macam, dimulai dari yang sinis ke pihak yang protes, pihak yang protes merasa dilecehkan, ada yang mencoba untuk open minded, atau ada yang menganggap netizen Indonesia hanya mempermasalahkan hal-hal yang remeh.

    Kebetulan, istilah babi rendang bukan kali pertama aku dengar, sudah dari beberapa tahun yang lalu sering mendengar teman-teman Indonesia di pusat ngejoke tentang rendang babi, hanya tidak sampai viral seperti Babi Ambo.

    Di tahun 2018, secara gak sengaja menemukan Restoran Padang dengan tulisan Mandarin di Clarke Q, Singapura. Tentunya hal ini menarik bagi seorang Minang yang sedang berada di perantauan negara orang. Aku tertegun, meski semua staffnya berparas Cina, dan juga tidak ada logo Halal dari MUIS Singapura, tapi aku tidak menemukan bahan-bahan yang mengandung daging babi di menunya. Kenapa??

    Pindah ke Singapura di tahun 2004, meski sering on and off antara Singapura – Indonesia, aku kenal negara ini dengan sangat baik. Racial Harmony sudah ditanamkan sejak dini, mereka mengerti kalau etnis Melayu itu tidak makan babi, dan babi merupakan hal yang tabu atau ‘disgusting’ bagi etnis Melayu. Sementara itu, etnis Melayu juga tau kalau daging babi itu Cina banget – mereka juga tidak mengolok-ngolokan pemakan babi.

  • mosque shiraz
    Asia,  blog,  Iran

    First Impression of Iran

     

    Before I go any further, my first impression of Iran is beyond my expectation. Iran is a mysterious and misunderstood country. You might get bored hearing travel bloggers who write about Iran for the first time, and receive similar reactions; friends, family, and colleagues ask them; why the hell do you go to Iran?

    Some might think Iran is Iraq, but they can’t differentiate between Iran and Iraq. Iran is one of the new places I visited and felt so much safe, people are super friendly. They will smile at you and greet you with this simple sentence: Welcome to Iran, Welcome to Isfahan. Welcome to Shiraz!! And when you get lost, they will escort you to find the way to your destination.

    Iran is the country I want to visit again but maybe when the weather is not cold or hot. I want to know more about Iran. So far, Iranians I met on the road were very open-minded, knowledgeable, and curious about the world.

  • blog,  Essay

    Empat

    Description

    Satu hari sebelumnya, aku bermimpi.

    Aku terbaring tanpa tenaga di ruangan kecil, empat sisi dinding polos yang minim cahaya, pengap dan sempit. Dalam kegelapan tak jelas apa warna cat dinding, selain tempat tidur beroda yang aku tempati, ruangan ini kosong tanpa perabotan. Hanya ada seorang perawat berambut hitam sebahu, berdiri membelakangi ku. 

    Euthanasia. 

    Alasan aku berada di ruangan itu, bersama seorang perawat misterius yang tidak pernah aku kenal sebelumnya. Aku tak bisa mengingat wajahnya. 

    Ini hanyalah mimpiku lusa itu. Aku memimpikan mimpi ini. Mimpi yang aneh. 

    Aku bertanya ke sang perawat, 

    “Kenapa aku??” 

    Tanpa menjawab, perawat berseragam putih itu menyuntikan sesuatu ke dalam kulitku. Aku bertanya lirih ke perawat , 

    “Untuk apa??” 

    Suaranya dingin dan kaku, 

    “Euthanasia, suntikan ini akan mengakhiri hidup mu.” 

    Tanpa bisa berkata apapun, aku hanya terdiam lemah, terbaring di ruangan gelap nan sempit. 

    Kemudian aku bertanya ke sang perawat, 

    “Untuk apa mengakhiri hidupku??” 

    Jawabnya: ” —– — ——— ——— —- ——- —- ——– — ” 

     

    Aku tak bisa mengingat jawaban perawat itu, mungkin karena ini hanya mimpi

    Ia kembali memasukan cairan misterius ke dalam kulitku. Aku tidak merasakan apa-apa. Tentu, ini kan hanya mimpi!! 

    Namun, aku masih hidup. 

    “Suntikanmu tak bisa membunuh ku.” aku tertawa lemah mengejek. 

    Perawat: “Aneh, . cairan ini tidak bekerja” 

    Aku masih lelah tanpa tenaga, sementara ia berusaha menyuntikku, lagi dan lagi.

    Aku masih hidup. 

    Suntikan ketiga. 

    Aku masih hidup. 

    Suntikan keempat. 

    Aku merasakan sesuatu memasuki lapisan kulit menerobos tulang. Aku menjadi lunglai, ..lumpuh. kehilangan tenaga, jantungku berdetak cepat, berpacu. entah demi apa. Sekujur tubuhku terasa basah bermandikan keringat… aku mulai sulit bernapas. 

    Tiba-tiba, sesuatu tercabut dari tubuhku yang terbaring lemah. Aku melihat diriku terkapar sekarat sementara aku yang ini sedang melayang. Jadi, itu tubuhku dan ini rohku, melayang di ruangan gelap yang sempit, meninggalkan tubuh lemahku di pembaringan. 

    Inikah yang dinamakan kematian?? 

    Dan aku terjaga karena hangatnya mentari pagi dari balik tirai kamarku yang penuh pernak-pernik dan jam weker yang sedang berbunyi dengan nyaring entah sejak berapa lama…..

    Sial, aku kesiangan lagi. Telat kelas Fisika, mata pelajaran yang aku benci.

    “Melati!!!” Terdengar nada suara cempreng meneriaki namaku dari kejauhan siang itu saat sekolah baru saja usai. Aku menoleh kebelakang, Tina, sahabatku berlari mengejarku. Napasnya tersengal-sengal sambil bertanya;

    “Sudah siap belom buat ekskursi besok??”

    “Yah, gitu deh Tin. Lo kan tau, gue anaknya spontan dan last minute.”

    “Itu kebanggaan ya buat lo, Mel” Tina menoyorku ”Gak heran sih, mangkanya lo telat mulu tiap pagi…”

    “Ah, hanya kelas Fisika doang. Sengaja… anti fisika “ balasku membela diri.

    Tina menatapku lekat; “Awas lo, besok jangan telat. Gue tunggu di bandara, kita semua harus berkumpul sebelum pukul delapan pagi. Lo mau tiket pesawat lo hangus… ?? atau beli tiket baru ke Singapore?? Kalau lo butuh bantuan, sini.. gue bantuin Packing!!!”

    “Gak perlu repot-repot, nona.. Gue bakal nginap di bandara biar nggak ketinggalan pesawat…” candaku.

    “hahaha… Nggak cihuy ke museum, Science Center tanpa lo… kita kan satu tim, jangan sampe ketinggalan pesawat my dear.“ Tina tersenyum ke arahku, mata orientalnya semakin keliatan nyaris satu garis.

    Pagi itu.

    Aku berjalan tergopoh-gopoh di sepanjang garbarata. Tiada seorang penumpang pun selain diriku, yeah, aku penumpang terakhir yang sedang mengejar pesawat.

    Aku berlari, hatiku mulai lega ketika melihat pintu pesawat yang terbuka masih menyambutku, dan wajah salah seorang pramugari memberi isyarat memintaku untuk berlari lebih cepat. Pintu pesawat yang tadinya tampak kecil, perlahan mulai tampak membesar dan semakin dekat.

    Aku seolah-olah menjelma seperti seorang atlet lari yang sedang berjuang menembus Finish Line. 

    Boarding pass, please” sambut si pramugari. Ah, bukannya kalungan medali yang aku terima karena berhasil mencapai Finish Line dengan irama kardiak yang nyaris terdengar sepenjuru kabin pesawat, malah ditanyain boarding pass. Dengan napas tersengal, aku sodori Boarding Pass. Si pramugari senyum terburu-buru.

    Untungnya tempat dudukku dan Tina di bagian depan pesawat, aku tak perlu menerima tatapan tajam seantero penumpang pesawat karena menjadi penumpang terakhir yang namanya sempat dipanggil berulang kali.

    Tina sudah duduk dengan tenang, sambil sesekali menonton video keselamatan dari layar kecil yang menempel dipunggung kursi. Aku tersenyum ketika Tina memutar bola matanya dan berbisik seraya cekikikan, “nginap di bandara masih bisa telat juga??”

    Aku melemparkan ekspresi ‘emang gue pikirin’ ke arah Tina.

    “Tadi wali kelas udah ngabsen kita semua, dan hanya lo yang nggak nongol-nongol. Lo tau kan, ekskursi ini penting buat nilai akhir” ceramah Tina ketika aku sibuk memasang seatbelt. “Iyaaah nenek.. bawel amat sih lo”

    “hahaha, tadi malah ada nenek-nenek yang bikin heboh sekabin”

    “Kenapa??” tanyaku asal-asalan tak begitu tertarik.

    “Nenek itu, orang Singapore yang udah tua banget deh, masih percaya takhayul gitu.”

    “oh ya??? Takhayul gimana??”

    “Ibu-ibu di seberang lo itu seharusnya nggak duduk di sana. Ibu itu anaknya si nenek, dan si nenek sekarang sama cucu balitanya di kursi bagian tengah. Seharusnya, nenek itu yang duduk di sana, dan dia nggak mau, dia mau di pindahin ke kursi di bagian tengah.. cucunya nggak mau terpisah dari ibunya, lalu si nenek minta ke pramugari, dia dan anak cucunya diduduki satu baris di belakang,si Pramugari gak bisa dong main asal nyuruh-nyuruh penumpang lain pindah duduk demi si nenek.

    Ditambah pula… barisan yang kita tempati, angka takhayul bagi budaya Cina. Sebagian penumpang Jakarta – Singapore ini juga kayaknya berwajah oriental semua.” Tina berhenti sesaat dan menarik napas. “Hmm, nggak hanya Cina doang sih, Asia Timur sana… negeri nenek moyang gue..”

    Aku mulai tertarik; “Takhayul apaan sih, Tin ?? “ perasaan aneh mulai menggerogoti.

    “Kita ini kan duduknya di barisan ke empat, menurut budaya Cina… angka empat itu bukan angka biasa, … kalau bule nganggap angka 13 itu angka sial, bagi orang Asia Timur, angka 4 itu angka sial.”

    “Hmmm….. 13, dan 1 ditambah 3 juga empat” ujarku lirih, tak jelas antara bertanya atau menjelaskan.

    Yup, correct. Tapi gue sih nggak percaya takhayul.” suara Tina sangat yakin, dia sangat logis dan realistis.

    “Emang, ada apa dengan angka 4??”tanyaku, diserang rasa ketakutan yang aneh secara tiba-tiba.

    “My dear Melati, dalam bahasa Cina, pelafalan angka 4 itu ‘se’, kalau nggak hati-hati ngucapinnya, artinya the death, atau kematian.”

    Jantungku berdegup kencang. Tina menyadari itu; “are you akay??”

    Oh my goodness, ‘D’ huruf awal dari Death, dalam alfabet Latin, D, err… huruf ke empat….”ujarku perlahan, lututku mulai lemas.

    Seorang pramugari berambut hitam bersanggul membelakangiku sedang mengawasi dan meminta penumpang untuk mematikan segala peralatan elektronik karena pesawat akan tinggal landas.

    Ibarat sebuah puzzle, mimpi anehku lusa itu mulai terjawab.

    Pesawat ?? Perawat??? Hanya beda satu huruf, S dan R, di dalam mimpiku lusa itu, aku mati ditangan perawat. EUTHANASIA.

    Suara pramugari menghentakkan lamunanku, “Fasten your seatbelt, please”.

    “Euthanasia itu suntik mati, dan angka empat menurut budaya Timur berarti kematian..” aku berteori seorang diri, suaraku bergetar dan pelan tapi cukup jelas.

    “Mel… ini bukan kali pertama lo naik pesawat kan?? ” Tina menatapku dengan serius, dan khawatir.

    Aku tertunduk kaku, shock dengan mimpi anehku yang mulai terkuak. Dalam mimpi itu, seorang perawat menyuntik matiku, dan aku mati setelah suntikan keempat. Seorang peRawat mengakhiri hidupku dan aku sekarang berada dalam peSawat, di kursi ke EMPAT.

    Tina menyolek tanganku “Kok tangan lo dingin banget, … muka lo pucat pasi gitu… Are you really okay, Mel…. “

    Aku melirik Tina dengan sedikit terguncang, “Gue benci Fisika, dan pesawat ada karena ilmu Fisika” raut wajah Tina semakin aneh mendengar racauan ku.

    … Keringat mengalir deras di sekujur tubuhku.

    Terdengar suara pilot dari kokpit pesawat, “Flight attendants, prepare for take-off please. Cabin crew, please take your seats for take-off” Detak jantungku berdetak cepat, berpacu dengan kecepatan pesawat saat tinggal landas……………………

  • raw herring
    blog,  Europe,  the Netherlands

    The Art of Eating Raw Herring


    I used to be a semi-vegetarian for a few years where I only ate fish and chicken, I avoided eating red meat as best I could, I felt better back then. In 2015, I’m thinking of being semi-vegetarian again, with no more red meat. Since I moved back to West Sumatra, where red meat and Rendang are everywhere here, I just couldn’t resist…. Yeah, it’s just my excuse

    As a Pisces, I like to eat fish and am a big fan of seafood, Sushi with raw salmon. Sometimes, I feel like a cannibal with that. Eating my own ‘species’. Okay, okay forget about the zodiac because in the Chinese horoscope, I’m into 4 legs group.

    When I heard the Dutch have a unique cuisine related to fish, it intrigued me a lot and I put this on my-to-do list in Holland. It called ‘Hollandse nieuwe, “new” raw herring’.

    In my country, Indonesia, we have ‘gorengan’ for snacks. Gorengan is oily food and of course, it’s not highly recommended to eat every day, In the USA or McDonald’s, they have Burger which is a very high-carb kind of snack, I like the Netherlands with its healthy Omega3 Snack.

  • the cranberries concert
    Asia,  blog

    Hostel Life

    I am back.

    After spending my GAP year, I flew to Singapore to attend a job interview for a graphic designer position. I came to Singapore via Kuala Lumpur, then stopped at KL Central and took a bus to Singapore, which took around 5 hours on a road trip. I was so excited to start my new adventure in foreign countries (again). It’s just me!!! I don’t know why… I guess I was born as a gypsy who enjoys moving from one place to another.

    My mom told me, I was born in Jakarta, Java Island. my dad lived in Padang, West Sumatra – Sumatra Island. However, my grandparents on my mom’s side lived in Jakarta. So, I just born in Jakarta, then at the age of 2 months, my mom brought me back to Padang city by plane. So, my first flight experience was, when I was two months old. Perhaps, that’s why I do enjoy traveling and just can’t stand staying in one place for a long time!! Nomad or gypsy girl, I like to call myself so!!

  • city cinema
    blog,  Europe,  the Netherlands,  Travel

    Cinema Experience in the Netherlands


    In The Netherlands, watching movies in the cinema has an intermission. To be honest, I received a bit of culture shock when I had my first cinema experience in Utrecht city.

    As a person who lives in Jakarta and Singapore, I’m used to massive cinemas, with big studio rooms and widescreen. In this city cinema, the building is very humble with neon lights, City is the cinema’s name. Look!! What a classic look!! Especially, with bicycles parking there, it feels like I was brought into 80ish movies.